ASAL USUL DESA KALIGINTUNG
Desa Kaligintung dahulunya adalah hutan rimba, di dalamnya banyak roh halus dan binatang buas. Suatu hari datanglah Eyang gintung dan Nyai Sari, beliau bermaksud untuk melakukan semedi di Gunung Kembang, yang letaknya berada di sebelah barat laut Desa kaligintung. Tetapi beliau memutuskan untuk singgah sebentar di tepi sungai.
Dia melihat di sekelilingnya, ternyata daerah itu tanahnya subur, pikirannya berubah dan memutuskan untuk bertapa di situ. Dalam tapanya, dia mendapat petunjuk untuk membuka hutan tersebut, menjadi daerah yang dapat ditinggali. Dia mulai menebang pohon yang besar dan membakarnya. Sebagian digunakan untuk membuat gubug. Setelah hutan tersebut dibuka banyak orang yang datang dan ikut membantu mereka. Orang tersebut diantaranya
1. Eyang Kemis, beliau berasal dari kerajaan Majapahit, dan mendapat suami Eyang Masukrani,
yang katanya adalah petinggi di kerajaan Majapahit.
2. Eyang Sumantri, dari Solo
3. Eyang Turut, yang asalnya dari kerajaan Solo, beliau adalah Putra Eyang Sumantri. 4. Eyang Glendhek,
5. yang Semanjaya,
6. Eyang Wahyu,
7. Raden Basah,
8. Jaya Sembrega,
9. Eyang Drujug,
10. Eyang Dekung,
11. Eyang Rantamsari,
12. Eyang Kunangsari
Atas musyawarah orang tersebut, diputuskan memberi nama daerah itu Kaligintung. Dari Kata Kali (tempat semedi Eyang Gintung) dan Gintung, nama Eyang Gintung. Dalam membuka hutan, orang tersebut dibantu roh halus yang banyak jenisnya. Setelah selesai membuka hutan, banyak orang yang datang ke daerah itu, dan orang yang datang berlomba untuk membabat hutan dijadikan ladang.
Jaman itu disebut jaman Pleak, atau babat untuk sendiri. Setelah banyak orang yang tinggal, muncul istilah Demang, yang pertama adalah Kertayasa. Setelah masa Demang usai sekitar satu periode diganti Lurah. Dan Lurah yang pertama adalah Naladikrama, beliau selalu menjalankan apa yang digariskan oleh leluhurnya, diantaranya kebiasaan untuk menyetor pajak selalu langsung ke Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, perjalanannya dengan menggunakan kuda milik Nyai Kemis, kuda tersebut tidak setiap hari terlihat oleh orang. Beliau juga dibekali pusaka yaitu
1. Topi yang namanya Topi Basunanda
2. Keris yang namanya keris Nagasosro
3. Payung yang namanya Payung Tunggulnaga
4. Cemethi yang namanya Gading Ganaspati
Dalam memerintah Eyang Naladikrama sangat jujur, arif, bijaksana, dan sangat disegani warganya. Dalam tidurnya dia mendapat wangsit untuk bertapa di pertapan Suralaya, dengan syarat
1. Ada sesaji berupa kembang 7 rupa
2. Selama bersemedi harus tahan terhadap godaan-godaan ghaib
3. Jika sudah bersemedi, langsung pulang dan sorenya kesana untuk mengambil barang tersebut berupa
1. Gong yang terbuat dari emas murni, alat karawitan komplit
2. Perabotan rumah tangga Biasanya peralatan-peralatan tersebut dipinjamkan untuk acara-acara besar desa atau hajatan.
Karena pada saat dipinjam gongnya tidak dikembalikan maka sampai sekarang warga desa tidak boleh meminjamkan. Semua leluhur Desa Kaligintung memiliki pakuon atau tempat semedi yang berneda-beda, yaitu :
1. Pakuon Eyang Gintungsari adalah pakuon Pinggirkali Dongklak
2. Pakuon Eyang Kemis, dinamakan batu jajar Sipondok, Gunung Majapahit, Pakuon Majapahit
3. Pakuon Eyang Glendheg, adalah pertapan Suralaya
4. Eyang Randu Gumbala, yaitu gunung jamur Dipa, Gunung Kalipuru, yang dipercaya sebagai kekuatan Desa kaligintung
6. Eyang Rantamsari dan Kunangsari adalah Curug Putri atau Curug Putren Desa Kaligintung mempunyai peninggalan yang bersejarah, yaitu Duyung Kaligintung yang sekarang di simpan di Kraton Jogja, bersama dengan Gong Sohadat Kalimotangem. Duyung kaligintung akan kembali ke kaligintung apabila ada masalah yang tidak dapat dipecahkan oleh warga. Jadi nama Kaligintung merupakan nama asli leluhur dan nama pusaka. Sampai sekarang nama itu tetap digunakan.
Berikut periode-periode lurah di kaligintung dari yang pertama sampai sekarang
1. Naladikrama, 1 periode
2. Dapakrama Diwangsa dikenal sebagai orang yang wataknya keras, dia dibunuh oleh Cabawa dan Camili, orang dari Nambangan, karena tindakannya menyimpang aturan pemerintah, serta ada lima hal yang disebut MALIMA, yaitu Main, Maling, Madat, Madon, dan Mabuk. 3. Bongsosamad, 1 periode
4. Ketawirana, 1 periode
5. Krama durya, 1 periode
6. Sanpura, dia juga dibunuh orang karena melakukan tindakan seperti Dapakrama Diwangsa
7. Katawijawa, 2 periode
8. Padiman, atau Sastro Pawiro, beliau dikenal sebagai Lurah yang jabatannya paling lama yaitu 32 tahun.
9. Rubino, atau putra dari Sastro Pawiro, 8 tahun
10. Suharto,
11. Progo Suharno,
12.Arido,lurah sekarang.
Sampai sekarang para sesepuh dan masyarakat dipercaya dilindungi oleh para leluhur, dan warga desa Kaligintung tidak suka adanya MALIMA, apabila bisa diingatkan akan selamat, dan bila tidak akan celaka