A.
Latar Belakang
Sekolah
merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang dipercaya untuk melangsungkan
kegiatan belajar mengajar didalamnya. Kegiatan belajar mengajar tersebut pada
umumnya melibatkan interaksi edukatif antara guru yang mengajar dan siswa yang
belajar, guna mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan, yaitu perubahan
tingkah laku sebagai hasil interaksi yang dilakukan antara siswa dengan
lingkungan. Salah satu tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh siswa adalah
kepercayaan diri.
Kepercayaan diri
merupakan salah satu kunci keberhasilan seseorang dan menjadi hal dasar yang
penting untuk dikuasai siswa. Kepribadian, kemampuan bersosialisasi, dan
kecerdasan bersumber dari rasa percaya diri. Rasa tidak percaya diri seringkali
menjadi satu masalah yang sangat merisaukan, baik bagi siswa, guru dan orang tuanya.
Ketidakpercayaan diri pada siswa jika dibiarkan akan menghambat
perkembangannya. Apalagi, siswa akan menghadapi kehidupan mendatang yang
membutuhkan kekuatan jiwa serta keterampilan pengembangan dirinya. Tanpa adanya
rasa percaya diri yang tinggi maka tumbuh kembang seseorang tidak akan optimal.
Pradipta (2014:50)
kurangnya percaya diri akan menghambat pengembangan potensi diri.
Seseorang yang kurang percaya diri akan menjadi seseorang yang pesimis dalam
menghadapi tantangan, takut dan ragu-ragu untuk menyampaikan gagasan, serta
bimbang dalam menentukan pilihan dan sering membanding-bandingkan dirinya
dengan orang lain. Pongky (2014:46) pada prinsipnya rasa percaya diri itu
adalah sebagai pelajaran dan pelatihan yang panjang untuk setiap pribadi
manusia.
Namun pada
kenyataannya dilapangan, menunjukkan bahwa siswa x mipa 4 sering asik bermain
hp pada saat jam pelajaran, tidak memperhatikan guru, tidak berani untuk menjawab
pertanyaan, malu bertanya, sering melihat pekerjaan teman dan tidak berani
tampil di depan kelas. Perlu adanya upaya
untuk pengembangan
rasa percaya diri peserta didik yaitu dengan unjuk diri menggunakan
teknik yang menarik tujuannya adalah
agar siswa tidak jenuh dan pembelajaran menjadi lebih menarik, sehingga anak
dapat tertarik dan rasa percaya diri anak meningkat.
Berdasarkan
hasil observasi
di SMA N 1 Semarang yang dilaksanakan pada tanggal 9 dan 23 Agustus 2017,
peneliti memperoleh beberapa informasi yang berkaitan dengan gejala-gejala
permasalahan yang dialami oleh siswa di kelas X Mipa 4 SMA N 1 Semarang,
diantaranya siswa hanya diam ketika di tanya oleh guru, tidak mau menyampaikan
pendapat, malu bertanya dan melihat pekerjaan temannya.
Hal tersebut
didukung juga dengan hasil wawancara dengan guru BK tentang gejala permasalahan
yang terjadi, diperoleh informasi bahwa siswa belum
mampu mengkomunikasikan pikiran dan perasaan secara tepat, hal itu terlihat
ketika proses belajar mengajar maupun pelayanan bimbingan konseling siswa
tersebut terlihat pasif, Ada beberapa siswa yang memiliki latar belakang
ekonomi yang kurang, sedangkan kebanyakan siswa-siswi di SMA N 1 Semarang
berasal dari keluarga yang berasal dari latar belakang keluarga menengah keatas,
Siswa ragu-ragu ketika menyampaikan pendapat, Siswa malu bertanya ketika belum
memahami materi dan Merasa cemas ketika akan menghadapi ulang.
Fakta
yang ditemukan peneliti di lapangan, dalam memberikan layanan guru bk tidak
menggunakan teknik khusus atau media yang menyenangkan dan menunjang keaktifan
siswa, guru masih terkesan mendominasi kelas dengan berceramah sehingga suasana
kelas begitu pasif dan kurang menyenangkan. Ditambah lagi jadwal pemberian
layanan di kelas x mipa 4 adalah jam terakhir tentu suasana sudah tidak
kondusif dan nyaman bagi siswa.
Hasil Studi awal
peneliti menunjukkan bahwa 70 % siswa merasa malu ketika menyampaikan pendapat,
61 % siswa merasa binggung berhadapan dengan orang banyak, 33 % mengalami
kecemasan ketika akan menghadapi ulangan dan 69 persen lebih suka bekerja
secara indiviudal. Selain beberapa temuan diatas, peneliti juga melihat adanya
gejala yang nampak pada saat pengisian instrumen assesment kebutuhan,
diantaranya: ada beberapa siswa dalam pengisian instrumen melihat pekerjaan
temannya, malu bertanya ketika tidak
mengerti, ketika ditanya tidak mau menjawab, dan cenderung diam. Hal tersebut
juga terlihat ketika pemberian layanan yang diberikan di kelas X Mipa 4, siswa
yang berani bertanya hanya hanya 4 orang, ketika ditanya hanya diam dan
sebagian besar takut untuk menjawab pertanyaan yang diberikan guru bk. Fenomena
yang di temukan oleh peneliti mengindikasikan bahwa siswa di kelas x mipa 4
memiliki kepercayaan diri yang rendah.
Menurut
Angelis (2005 : 20), indikator dari
kurang percaya diri meliputi: rendah diri, rasa malu, rasa takut melakukan
sesuatu, frustrasi, perasaan cemas atau bahkan sikap agresif. Gejala tidak
percaya diri ini umumnya dianggap sebagai gangguan ringan karena tidak
menimbulkan masalah besar. Disadari atau tidak, sebagian besar orang ternyata
mengalami gejala tidak percaya diri seperti ini. Salirawati (2012: 219)
menambahkan bahwa ciri lain yang
biasanya dimiliki oleh orang yang percaya dirinya rendah adalah selalu dihantui
dengan perasaan takut gagal, mudah putus asa, merasa diri tidak mampu dan
selalu bimbang atau ragu-ragu dalam memutuskan persoalan.
Ketika seseorang
memiliki percaya diri yang rendah akan mengalami keragu raguan dalam melakukan
suatu hal dan tidak bisa mengambil keputusan karena takut apa yang dilakukan
akan mengalami kegagalan (pesimis), ketika mengalami kegagalan tidak mau
berusaha lagi, kurang menghargai diri sendiri, dan cenderung menarik diri dari
pergaulan. Hal ini sudah tentu akan menjadi penghambat dalam berinteraksi
maupun proses belajar siswa di sekolah.
Rendahnya
kepercayaan diri siswa tidak sepenuhnya berasal dari diri siswa, tetapi di
pengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya kemampuan guru dalam memberikan
materi atau layanan. Observasi yang dilakukan peneliti dan wawancara dengan
siswa menunjukkan bahwa dalam memberikan layanan guru cenderung hanya ceramah,
kurang bisa menguasai kelas, tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk
terlibat dalam layanan serta jarang sekali menggunakan media atau teknik tertentu,
sehingga siswa merasa tidak diberikan kesempatan untuk bisa mengembangkan
dirinya untuk lebih percaya diri.
Peneliti
tertarik untuk membantu siswa meningkatkan kepercayaan dirinya sehingga proses
belajar siswa menjadi efektif dan menyenangkan. Karena apabila situasi tersebut
dibiarkan dan tidak segera ditangani di khawatirkan hal tersebut akan
mengganggu siswa dalam belajarnya, menjalin komunikasi, kehidupan sosial, karir
dan hal lainnya yang tentu saja sangat merugikan siswa itu sendiri. Peneliti
juga berupaya meningkatkan kualitas kinerjanya dengan menggunakan layanan yang
bisa mendorong peran siswa untuk terlibat dan aktif dalam setiap kegiatan,
sehingga hal itu bisa menumbuhkan sikap percaya diri pada siswa.
Untuk membantu
meningkatkan kepercayaan diri siswa kelas x mipa 4, dapat dilakukan melalui
layanan bimbingan dan konseling. Layanan bimbingan dan konseling yang bisa
diberikan untuk siswa kelas x mipa 4 meliputi layanan informasi, orientasi,
penempatan dan penyaluran, penguasaan konten,bimbingan kelompok, konseling
kelompok dan konseling individu.
Peneliti memilih
layanan penguasaan konten karena didalam layanan penguasaan konten siswa
diberikan atau diajarkan untuk menguasai suatu keterampilan tertentu yang
berkaitan dengan indikator kepercayaan diri. Keterampilan-keterampilan itulah
yang diharapkan mampu diterima dan dilaksanakan oleh siswa dari hasil proses
pemberian layanan. Penyelenggara
layanan (konselor) secara aktif menyajikan bahan, memberikan contoh,
merangsang, mendorong, dan menggerakkan (para) peserta untuk berpartisipasi
aktif mengikuti dan menjalani materi dan kegiatan layanan. Dengan hal tersebut tentu siswa akan memiliki
kepercayaan diri, karena merasa diperhatikan, diberi kesempatan dan mencoba
konten yang di pelajari secara langsung.
Namun untuk
mengembangkan atau meningkatkan kepercayaan diri siswa diperlukan lagi suatu
teknik khusus yang tepat dan sesuai, peneliti menggunakan teknik simulation games sebagai sebuah teknik
yang digunakan untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa, melalui permainan
simulasi tersebut siswa diarahkan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu yang
ada kaitannya dengan indikator dari percaya diri itu sendiri.
Simulation
games digunakan sebagai sarana untuk memberikan suatu
perintah yang sifatnya mengarahkan peserta didik untuk bisa atau mampu
menguasai suatu keterampilan tertentu. Pelaksanaan simulation games bisa bersifat pribadi atau kelompok. Diharapkan
melalui penggunaan teknik simulation games, peserta didik mampu meningkatkan
kepercayaan diri yang ditandai dengan keaktifan bertanya, mandiri dalam belajar
maupun mengerjakan tugas, mampu menyampaikan pendapat, bersedia menerima masukan
atau kritik dari orang lain.
Menurut
penelitian yang dilakukan Wirahanteng (2014) mengenai kepercayaan diri, diketahui
bahwa 7,8% siswa mengalami peningkatan kepercayaan diri untuk berbicara di
depan kelas setelah diberikan layanan penguasaan konten dengan metode simulasi.
Oleh karena itu peneliti merasa teknik permainan simulasi dapat membantu
meningkatkan kepercayaan diri siswa.
Adams dalam
Tatiek Romlah (2006: 118) menjelaskan bahwa permainan simulasi adalah permainan
yang dimaksud untuk merefleksikan situasi-situasi yang terdapat dalam kehidupan
yang sebenarnya. Tetapi situasi itu hampir selalu dimodifikasi, apakah dibuat
lebih sederhana, atau diambil sebagian, atau dikeluarkan dari konteksnya. Dalam
hal ini perlu diperhatikan bahwa situasi yang disimulasikan hendaknya tidak
terlalu kompleks dan tidak terlalu sederhana. Menurut Mayke (dalam sudono,
1995), belajar dengan bermain memberi kesempatan kepada anak untuk
memanipulasi, mengulang-ulang, menemukan sendiri, bereksplorasi, mempraktekkan,
dan mendapatkan bermacam-macam konsep serta pengertian yang tidak terhitung
banyaknya.
Simulation
games memiliki banyak sekali macamnya, seperti permainan
kartu tantangan, Kartu Peran, toples ajaib, monopoli dan lainnya. Salah satu
jenis permainan yang digunakan dalam penelitian ini adalah permainan toples
ajaib, Permainan toples ajaib merupakan permainan yang menekankan
pada strategi dalam menyusun dan memasukkan benda seperti bola, batu, pasir dan
air.
Permainan dalam
penelitian ini digunakan untuk membantu meningkatkan ketertarikan dan
partisipasi siswa dalam mengikuti layanan karena ketika siswa sudah tertarik
dan mau berpartisipasi dalam layanan, maka siswa tersebut sudah menunjukkan hal
positif terkait kepercayaan diri. Siswa dilibatkan dalam melakukan permainan,
diskusi dan mengamati jalannya permainan sehingga tidak terkesan monoton dan di
dominasi oleh guru bk. Peran aktif siswa untuk terlibat dalam kegiatan maka hal
itu akan menjadi daya dorong yang positif untuk menumbuhkan kepercayaan diri
Berdasarkan
penjelasan diatas, peneliti tertarik untuk membantu siswa meningkatkan
kepercayaan diri menggunakan layanan penguasaan konten dengan menggunakan
teknik simulation games, maka
peneliti mencoba untuk menyusun penelitian tindakan bimbingan dan konseling
yang dikemas melalui sebuah penelitian yang berjudul “Upaya Meningkatkan
Kepercayaan Diri melalui Layanan Penguasaan Konten dengan Teknik Simulation Games Pada Siswa X Mipa 4 SMA
Negeri 1 Semarang”.